JENIS PERKERASAN KAKU

Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan

Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan adalah jenis yang paling umum digunakan karena biaya yang relatif murah dalam pelaksanaannya dibanding jenis lainnya. Survei yang dilakukan oleh American Concrete Pavement Association (ACPA) pada tahun 1999, di Amerika Serikat 70% dari badan pengelola jalan negara (State Highway Agencies) menggunakan perkerasan bersambung tanpa tulangan. Di daerah dimana korosi terhadap tulangan akan menjadi masalah, ketidakberadaan tulangan akan meniadakan masalah korosi tersebut, walaupun besi ruji masih akan kena pengaruh korosi. 

Sambungan susut umumnya dibuat setiap antara 3,6 m dan 6 m (di Indonesia umumnya antara 4,5 m dan 5 m). Sambungan ini mempunyai jarak yang relatif dekat sehingga retak tidak akan terbentuk di dalam pelat sampai akhir umur layan dari perkerasan tersebut. Karena itu pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, pemuaian dan penyusutan perkerasan diatasi melalui sambungan, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

 

Skema perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan

(Sumber : Diklat Perkerasan Kaku, 2017)

Pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, tidak ada tulangan pada pelat, kecuali ruji yang diletakkan pada sambungan susut tersebut, dan batang pengikat (tie bar) yang terletak pada sambungan memanjang, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Ruji dan Batang pengikat pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan

(Sumber : Diklat Perkerasan Kaku, 2017)

Ruji adalah baja polos lurus yang dipasang pada setiap jenis sambungan melintang dengan maksud sebagai sistem penyalur beban, sehingga pelat yang berdampingan dapat bekerja sama tanpa terjadi perbedaan penurunan yang berarti. Sedangkan batang pengikat (tie bars) adalah batang baja ulir yang dipasang pada sambungan memanjang dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal.

Satu kinerja yang penting dari perkerasan bersambung tanpa tulangan ialah penyalur beban yang melintang sepanjang sambungan. Jika sambungan mengalami faulting (perbedaan ketinggian dari kedua sisi pelat pada sambungan), maka pengemudi akan mengalami “bumping” pada sambungan dan menyebabkan ketidaknyamanan sewaktu mengemudi. Dua metode digunakan untuk melengkapi penyaluran beban pada sambungan perkerasan JPCP, yaitu agregat interlocking dan ruji.

Jika ruji tidak digunakan, maka penyaluran beban pada sambungan, bisa didapat melalui kekuatan geser dari agregat interlocking. Sambungan dengan agregat interlocking dibentuk selama pelaksanaan dengan menggergaji seperempat sampai sepertiga tebal pelat perkerasan untuk membuat perlemahan pada pelat didaerah tersebut. Retak akan terus menjalar melalui tebal pelat yang tidak digergaji ketika perkerasan mengalami penyusutan. Permukaan bidang retak ini akan kasar, sebab retak itu menjalar sekitar agregat melalui pasta atau mortar semen, dan selama retak tersebut tetap sempit, maka sambungan bisa menyalurkan beban dari satu pelat ke pelat lainnya melalui bearing stress dari masing masing partikel agregat yang dilalui retakan tersebut. Penyaluran beban akan menyesuaikan jika bukaan sambungan terlalu lebar atau jika agregat mengalami keausan. Kualitas dan ketahanan erosi dari bahan yang mendukung pelat pada sambungan juga mempengaruhi penyaluran beban.

Ketika perkerasan memikul beban lalu lintas yang berat, khususnya pada kecepatan tinggi, agregat interlocking akan hancur seiring dengan seringnya lalu lintas lewat. Hal ini akan menyebabkan deformasi pada sambungan menjadi semakin besar, yang akhirnya menimbulkan faulting, dan kerusakan pada sambungan. Kedudukan batang pengikat pada sambungan memanjang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Kedudukan batang pengikat pada sambungan memanjang

Perkerasan Kaku Bersambung dengan Tulangan

Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau JRCP serupa dengan perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan (JPCP) kecuali ukuran pelat lebih panjang dan ada tambahan tulangan pada pelatnya. Jarak sambungan umumnya antara 7,5 m dan 12 m, meskipun ada juga yang jarak sambungannya sebesar 30 m. Hasil survei oleh ACPA pada tahun 1999, sekitar 20% dari pengelola jalan negara (State Highway Agency) di Amerika Serikat menggunakan perkerasan kaku bersambung dengan Tulangan (JRCP). Pada pelat dan jarak sambungan yang lebih panjang, ruji sangat disarankan karena bukaan sambungan akan menjadi lebih lebar dan agregat interlocking akan menjadi tidak efektif sebagai penyalur beban pada sambungan. Prosentase tulangan yang digunakan dalam arah memanjang umumnya antara 0,1% dan 0,2 % dari luas penampang melintang beton, sedangkan penulangan dalam arah melintang lebih kecil. Penulangan pada perkerasan kaku bersambung dengan tulangan bukan dimaksudkan untuk memikul beban secara struktural, tetapi untuk “memegang” retak agar tetap rapat, guna menjaga geser sepanjang bidang retakan sebagai penyalur beban tetap berfungsi. Berikut merupakan contoh gambar skema perkerasan kaku bersambung dengan tulangan.

 

Skema perkerasan kaku bersambung dengan tulangan
Perkerasan bersambung dengan tulangan

(Sumber : Diklat Perkerasan Kaku, 2017)

Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan ini masih tetap menggunakan ruji. Selanjutnya karena panjang pelat lebih besar dari pada perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, retak tetap terjadi pada interval yang sama, karena itu perkerasan bersambung dengan tulangan masih mempunyai satu atau dua retakan pada pelatnya. Keuntungan dari perkerasan kaku bersambung dengan tulangan adalah jumlah sambungan yang lebih sedikit, tetapi biayanya lebih mahal karena adanya penggunaan tulangan serta kinerja sambungan yang kurang baik dan adanya retak pada pelat. Karena jarak antar sambungan yang lebih besar dari perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan, maka bukaan dan penutupan sambungan menjadi lebih lebar, serta ruji sebagai penyalur beban menjadi lebih rentan ketika sambungan terbuka lebih lebar.

Perkerasan Kaku Menerus Dengan Tulangan

Perkerasan kaku menerus dengan tulangan adalah pelat dengan jumlah tulangan yang cukup banyak tanpa sambungan susut. Jumlah tulangan yang digunakan pada arah memanjang umumnya antara 0,6 % dan 0,8 % dari luas penampang melintang beton, dan jumlah tulangan dalam arah melintang lebih kecil dari arah memanjang. Pengalaman menunjukkan jika jumlah tulangan yang digunakan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan lebih kecil dari 0,6 %, maka potensi terjadinya kerusakan punch out akan menjadi lebih besar.

Retak rambut terjadi pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan, tetapi bukan merupakan masalah bagi kinerjanya. Karakteristik retak terdiri dari beberapa retakkan, umumnya dengan jarak antara 0,6 m – 2,4 m. Retak-retak tersebut “dipegang” oleh tulangan yang ada sehingga agregat interlocking-nya serta penyaluran gaya geser masih dapat terjadi. Jika interlocking geser agregat tidak dijaga, maka kerusakan “punch out” pada tepi perkerasan akan terjadi, yang merupakan tipikal kerusakan perkerasan kaku menerus dengan tulangan.

Perkerasan kaku menerus dengan tulangan memerlukan angker pada awal dan akhir dari perkerasan, untuk menahan ujung-ujung nya dari kontraksi akibat dari penyusutan, serta membantu perkembangan retak sesuai dengan yang diinginkan. Gambar dibawah ini memperlihatkan perkerasan kaku menerus dengan tulangan.

Skema perkerasan kaku menerus dengan tulangan
Sambungan pelaksanaan melintang dan tulangan pada perkerasan menerus dengan tulangan

(Sumber : Diklat Perkerasan Kaku, 2017)

Perkerasan kaku menerus dengan tulangan ini akan memberikan kenyamanan berkendaraan yang lebih baik, karena permukaanya lebih rata, serta mempunyai umur yang lebih panjang dari tipe perkerasan lainnya. Survey yang dilakukan oleh ACPA tahun 1999, menemukan hanya delapan negara bagian di Amerika Serikat yang membangun perkerasan kaku menerus dengan tulangan ini. Studi yang dilakukan pada tahun 2000 tentang kinerja perkerasan kaku di Amerika Serikat bagian tenggara terhadap jalan CRCP di negara bagian Alabama, Florida, Mississippi, Carolina utara dan Carolina Selatan, membuktikan kinerja CRCP sangat bangus. Pada saat survey dilakukan umur perkerasan tersebut antara 21 dan 30 tahun dan telah melayani lalu lintas berat, serta mempunyai kondisi sangat bagus sampai luar biasa dengan nilai serviceability 4 atau lebih.

Biaya untuk perkerasan kaku menerus dengan tulangan lebih mahal dari perkerasan bersambung tanpa tulangan atau perkerasan bersambung dengan tulangan, disebabkan oleh jumlah tulangan yang digunakan cukup banyak. Akan tetapi perkerasan kaku menerus dengan tulangan telah terbukti mempunyai pembiayaan yang efektif pada jalan dengan lalu lintas yang tinggi, disebabkan oleh kinerja jangka panjangnya yang lebih baik dibandingkan dengan jenis perkerasan kaku lainnya.

Perkerasan Kaku Prategang

Perkerasan kaku prategang diperkenalkan di akhir tahun 1940 an dan pertama kali digunakan di lapangan terbang. Sekitar tahun 1959 dua pelat pratekan digunakan di lapangan terbang militer Priggs di Texas. Perkerasan kaku tanpa tulangan setebal 60 cm diganti dengan perkerasan kaku prategang setebal 23 cm. Di lapangan terbang internasional Chicago O’Hax, yaitu perkerasan kaku prategang setebal antara 20,3 cm dan 22,8 cm diletakan diatas perkerasan kaku menerus dengan tulangan lama dengan tebal 30,5 cm.

Beberapa dari proyek tersebut mempunyai strand untuk prategang hanya dalam satu arah saja, sehingga cenderung terjadi retak searah dengan strand, akibat tidak adanya tegangan tekan dalam arah melintang. Perkerasan kaku prategang dengan tebal 15 cm yang diberi tegangan tekan dalam ke dua arah, dengan panjang proyeknya 1600 m di Texas; masih dalam kondisi baik setelah berumur 17 tahun. Puslitbang Jalan dan Jembatan, telah membuat jalur percobaan dengan perkerasaan kaku prategang pada tahun 2011 di Buntu, Jawa Tengah, sepanjang 80 m, Lebar 7 meter dan tebal 20 cm.

Potensi dari perkerasan kaku prategang, berkaitan dengan dua hal, yaitu:

  • Penggunaan bahan yang lebih efisien
  • Sambungan yang di butuhkan menjadi lebih sedikit dan kemungkinan terjadinya retak akan lebih kecil, sehingga biaya pemeliharaan lebih sedikit dan umur perkerasan akan lebih lama.
Pada perkerasan kaku konvensional, tegangan akibat beban roda dibatasi oleh kuat tarik lentur dari beton, jadi tebal perkerasan ditentukan oleh tegangan tarik yang terjadi akibat beban roda tidak melampaui kuat tarik lentur dari beton. Pada jenis perkerasan kaku konvensional, beton antara serat atas dan serat bawah dari pelat tidak dimaksimalkan untuk menahan tegangan akibat beban roda, yang hasilnya penggunaan bahan konstruksi tersebut tidak efisien. Sedangkan pada perkerasan beton prategang, kuat tarik lentur beton ditingkatkan dengan memberikan tegangan tekan dan tidak dibatasi lagi oleh kuat tarik lentur betonnya. Dengan demikian tebal perkerasan kaku yang dibutuhkan untuk beban tertentu akan lebih tipis dari tebal perkerasan kaku konvensional. Perkerasan kaku jenis prategang, yang umum dilaksanakan, mempunyai ukuran panjang pelat sekitar 130 m. Tetapi di Amerika telah dibangun dengan panjang pelat 230 m, dan di Eropa dengan panjang pelat lebih dari 300 m. Tebal perkerasan kaku prategang sekitar 40% sampai 50% dari tebal perkerasan kaku konvensional. Skema dari perkerasankaku prategang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Skema perkerasan kaku prategang

Perkerasan Kaku Pracetak

Perkerasan kaku pracetak dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

  • Perkerasan kaku pracetak tanpa prategang
  • Perkerasan kaku pracetak dengan prategang

Perkerasan kaku pracetak prategang, telah dibuat di negara bagian Missouri dan Indiana, Amerika Serikat pada tahun 2005. Perkerasan ini terdiri dari individual panel yang dicetak terlebih dahulu serta diberi pratekan dengan tebal pelat 20 cm dan dicetak selebar perkerasan jalan. Perkerasan kaku pracetak prategang ini kurang lebih mempunyai kapasitas menerima beban lalu lintas, setara dengan perkerasan kaku konvensional setebal 35,5 cm.

Pada perkerasan kaku pracetak prategang ini, ada tiga tipe jenis pelat yang digunakan, yaitu:

  • Joint panel, terletak di ujung-ujung dari masing-masing bagian rangkaian pelat pratekan dan mempunyai ruji pada sambungannya untuk mengakomodir pergerakan horizontal pelat
  • Central panel, terletak ditengah-tengah dari rangkaian pelat dan terdapat lubang (pocket) untuk penempatan ujung-ujung posttensional strand base panel, pelat-pelat yang dominan membentuk suatu sistem perkerasan, yang diletakan diantara joint panel dan central panel.

Dalam pelaksanaannya, pada suatu tahapan kegiatan, harus dilaksanakan paling sedikit satu segmen yang mencakup susunan pelat dari joint panel ke joint panel berikutnya. Pelat-pelat tersebut diletakkan di atas lapisan pondasi yang sudah siap dan rata, sedangkan pelat-pelat tersebut pada kedua sisinya dilengkapi dengan lidah – alur (shear key) yang mengontrol alinyemen vertikal selama pelaksanaan dan menjamin kenyamanan pengendara untuk mencegah terjadinya “faulting”.

Keuntungan dari perkerasan kaku pracetak ialah terjaganya kualitas beton tetap tinggi sesuai yang direncanakan, pengaruh akibat cuaca sangat kecil, dan selama pelaksanaan tidak terlalu menganggu lalu lintas. Gambar perkerasan kaku pracetak prategang diperlihatkan pada gambar 14 dan gambar 15 di bawah ini.

 

Skema perkerasan kaku pracetak pratekan

Contoh Panel siap diangkut ke lapangan

Contoh Pengangkatan dan pemasangan panel

Contoh Pemasangan susunan panel 

Contoh Pemberian tegangan post tension dari central panel

Susunan panel dan jenis panel serta pemasangan panel menjadi lapisan perkerasan

(Sumber : Diklat Perkerasan Kaku, 2017)

Pada tahun 2010 jenis perkerasan kaku pracetak prategang telah diaplikasikan di Indonesia di ruas jalan tol Kanci – Pejagan (Provinsi Jawa Barat – Jawa Tengah). Jalur tol ini menghubungkan Kanci yang berada di Kabupaten Cirebon Km 231+000 (Km 0) hingga Pejagan di Kabupaten Brebes (provinsi Jawa Tengah) pada Km 266+000 (Km 0 Jkt). Total panjang jalan tol ini 35 km, dan panel yang dibuat dengan ukuran 8 m x 2,5 m x 0,20 m (panjang x lebar x tebal), serta dipasang secara melintang terhadap sumbu jalan.

Pada tahun 2011 jalan pracetak prategang lainnya, yang dibuat di Indonesia ialah di ruas Jalan Pantura di daerah Ciasem – Subang Jawa Barat. Pracetak dan prategang yang dilaksanakan di sini serupa dengan jalan pracetak prategang yang telah dilaksanakan di jalan tol Kanci – Pejagan, yang pemasangan pelatnya juga melintang jalan. Panjang jalan dengan pracetak prategang di Ciasem ini hanya 1,8 Km.

Salah satu perbedaan antara jalan tol Kanci-Pejagan dan daerah Ciasem – Pantura (Kabupaten Subang) ialah pada jalan tol Kanci-Pejagan merupakan jalan baru sehingga tidak ada gangguan lalu lintas sedangkan pada lokasi di Ciasem – Subang merupakan jalan yang sudah ada sehingga pengaruh lebar jalan dan lalu lintas menjadi hal yang menjadi pertimbangan dalam perancangan maupun pelaksanaannya.

Kami Memberikan Layanan Terbaik Dalam Konstruksi

Solusi Untuk Konstruksi Anda

Kirim Chat
Chat With Us!
Segera hubungi kami mengenai info lengkap dan penawaran!

Powered by PT. Taruna Karya Sejati Official